Guest book

script cbox kamu
Mau buat buku tamu ini ?
Klik di sini
Sumber : http://ramadhanlmzero.blogspot.com/2012/12/cara-membuat-buku-tamu-keren-di-blog.html#ixzz47H4OJJnc

Popular Posts

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

About

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Site Categories

About

Rabu, 27 April 2016



Artikel Ilmiah Non-Penelitian
DIMENSI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF SISWA
Oleh: Dewi Wulandari
NIM K6413020
Progam Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstrak
Dimensi Pendidikan IPS (PIPS) akan menjadi dasar dan sumber pembelajaran dalam pengorganisasian materi yang diselenggarakan oleh guru. Penguasaan dan pengembangan dimensi Pendidikan IPS bagi siswa dianggap perlu sebagai bekal untuk berfikir abstrak. Sesuatu itu baru dapat dipelajari dan diterima oleh siswa apabila tingkat kemampuan kognitif dan afektifnya memungkinkan ia untuk mengakomodasi tentang apa yang mereka pelajari. Dengan kata lain, pengetahuan yang dimilikinya tidak terlalu jauh dengan pengetahuan atau sesuatu yang akan ia pelajari. Jika hal tersebut tidak terpenuhi maka proses belajar hanyalah  akan menjadi beban dan bahan ingatan semata atau rote learning (belajar tanpa makna). Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang berhasil mengembangkan potensi seseorang secara maksimum atau meaningful learning (belajar bermakna). Dalam dunia pendidikan, pertimbangan utamanya ialah tingkat perkembangan kognitif siswa yang dapat dipelajari dengan menggunakan teori Pieget.
Kata kunci : Dimensi PIPS, Teori Perkembangan kognitif

A.    Pendahuluan
Sebagai guru yang profesional harus memiliki kemampuan dalam mengorganisasi materi pembelajaran agar setiap siswa mampu memiliki kemampuan untuk berfikir abstrak. Sebelum memiliki kemampuan berfikir abstrak, siswa harus sudah memiliki pengetahuan atau konsep dasar sehingga siswa mampu membentuk struktur ilmu pengetahuannya sendiri. Model pembelajaran yang dipilih harus tepat agar proses belajar mengajar lebih efektif dan berkualitas. Artinya, “pendidikan diberikan harus mempertimbangkan tingkat perkembangan usia dengan tingkat kemampuan berfikir yang dianggap wajar bagi seseorang untuk menerimanya sehingga memiliki makna bagi mereka (meaningful learning)” (Hasan 1995:77).
Untuk mempelajari Pendidikan IPS lebih komprehensif, perlu mengetahui tentang dimensi Pendidikan IPS terlebih dahulu, walaupun setiap dimensi memiliki karakteristik tersendiri, tetapi dalam penerapan proses pembelajaran dimensi ini saling melengkapi.
Kedudukan berfikir dalam disiplin ilmu-ilmu sosial sangat dipengaruhi oleh tingkat perkembangan kognitif dan afektif seseorang. Dimensi pengetahuan atau knowledge yang dimiliki seseorang tentang pengetahuan sosial berbeda-beda, karena yang menjadi obyek untuk diteliti dalam Pendidikan IPS adalah fenomena atau kejadian dalam kehidupan sosial manusia. Melihat kemampuan untuk berfikir abstrak dibenarkan hanya dapat dilakukan oleh siswa mulai di SMP dan SMA baik dalam tingkat perkembangan yang dikemukakan Piaget. Kemampuan  memproses informasi untuk membangun pemahaman sehingga mampu untuk melakukan analisis sampai dengan evaluasi dengan memanfaatkan apa yang mereka miliki untuk sesuatu yang baru secara mandiri. Oleh karena itu, dimensi Pendidikan IPS sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan kognitif siswa untuk dapat berfikir abstrak untuk mengembangkan kemampuan menjadi lebih tinggi.
B.     Dimensi Pendidikan Ilmu Sosial
Sapriya (2012:48) menyimpulkan “Progam Pendidikan IPS yang komprehensif adalah progam yang mencangkup empat dimensi yang meliputi dimensi pengetahuan (knowledge), dimensi ketrampilan (skills), dimensi nilai dan sikap (values and attitudes) dan dimensi tindakan (action)”.
Perkembangan kognitif merupakan satu aspek perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengetahuan (knowledge), yaitu semua proses psikologi yang berkaitan dengan bagaimana seseorang mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memikirkan dan menilai lingkungannya. Secara konseptual “pengetahuan (knowledge) hendaknya mencangkup fakta, konsep, dan generalisasi yang dipahami oleh siswa” (Sapriya 2012:49).
Fakta merupakan kenyataan yang diamati yang dapat dibuktikan secara empiris. Dalam pembelajaran IPS diharapkan siswa dapat mengamati berbagai fenomena kehidupan sosial, mereka dituntut untuk berpikir abstrak sehingga mampu memahami dan menjelaskan apa makna dibalik fenomena yang diamatinya. Dari mengamati fenomena sosial masyarakat tersebut dikumpulkan data atau informasi. Misalkan mengamati kegiatan mahasiswa PPKn 2013, pada hari senin mahasiswa PPKn 2013 masuk pukul 07.00 untuk mengikuti kuliah Penulisan Karya Ilmiah diruang 1202 lantai 1 di gedung C FKIP.
Konsep yang dikembangkan dalam disiplin ilmu-ilmu sosial selalu bersifat abstraksi yang merupakan suatu penggambaran dari sesuatu yang konkret atau abstrak yang dapat berbentuk pengertian atau definisi ataupun gambaran dari sesuatu yang memiliki ciri-ciri umum. Konsep merupakan hasil dari buah pikiran manusia untuk menjelaskan sesuatu melalui simbol-simbol. Contoh konsep menurut disiplin ilmu-ilmu sosial seperti tradisi, perilaku, budaya, konflik, keragaman, ritual, nasionalisme, persepsi, kerja kelompok, perubahan, lingkungan, kekerabatan, akulturasi, keyakinan dsb.
 Supardan (2011:57) menarik simpulan sebagai berikut.
Generalisasi merupakan pernyataan tentang hubungan antara konsep-konsep yang berfungsi untuk membantu dalam memudahkan pemahaman suatu maksud dari pernyataan itu, berfungsi untuk mengindetifikasi penyebab dan pengaruhnya, bahkan dapat digunakan untuk memprediksi suatu kejadian yang berhubungan dengan pernyataan yang ada dalam generalisasi tersebut.
Generalisasi merupakan kesimpulan yang dapat ditarik secara induktif mengenai fakta-fakta yang ada dan pengembangan konsep yang teruji kebenarannya setelah dilakukan suatu penelitian. Sebelum ada penelitian maka generalisasi masih berupa hipotesis atau jawaban sementara. Generalisasi dapat disusun dengan ruang lingkup yang sederhana sampai kepada yang luas dan kompleks. Dari proses generalisasi tersebut menghasilkan suatu teori yang pada hakikatnya merupakan tujuan utama dalam ilmu pengetahuan. Teori digunakan sebagai landasan pemikiran untuk melakukan penelitian, sebab teori dihasilkan untuk penjelasan ilmiah yang dikaji dari kejadian-kejadian empiris.
Disamping pemahaman dimensi pengetahuan (Knowledge) dalam Pendidikan IPS, dimensi ketrampilan (skills) juga penting bagi siswa untuk mengolah dan menerapkan informasi untuk mempersiapkan mereka menjadi warga negara yang mampu berpartisipasi sosial dalam kehidupan yang demokratis. Ketrampilan yang harus dikembangkan dalam pembelajaran Pendidikan IPS meliputi kemampuan dalam meneliti, ketrampilan berfikir untuk memecahkan permasalahan, ketrampilan untuk dapat berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain serta mengembangkan kemampuan siswa untuk berani berkomunikasi mengungkapkan pemahaman atau gagasannya. Sehingga siswa selalu diberikan motivasi untuk menjadi pendengar dan pembicara yang baik.
Dimensi nilai dan sikap (values and attitudes) dalam Pendidikan IPS berhubungan dengan seperangkat keyakinan yang tercermin ketika berpikir dan bertindak. Nilai dipelajari dari pergaulan antarindividu dalam suatu kelompok seperti dalam tradisi atau budaya, agama, hati nurani, dan kesepakatan bangsa. Menurut Steeman dalam buku Adisusilo (2013:56) “nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup”. Nilai merupakan sesuatu yang abstrak dan ideal yang dianggap penting oleh seseorang yang biasanya mengacu pada etika, estetika dan logika. Contoh nilai misalnya, nilai kesopanan, nilai kemanusiaan, nilai gotong-royong, nilai ketuhanan, nilai musyawarah, nilai keadilan sosial, nilai kebersihan dsb yang masib perlu dikonkritkan kedalam suatu norma. Nilai yang bersifat normatif dan berfungsi sebagai motivator tindakan manusia yang diimplementasikan dalam bentuk norma. Progam Pendidikan IPS memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapakan dan merefleksi nilai-nilai yang dianutnya. Nilai yang dianut siswa tergantung pada kondisi keluarga, agama atau budayanya, dengan kata lain siswa hendaknya diberi motivasi untuk bersiap diri membenarkan posisinya dengan menerima segala kritikan yang diajukan terhadap dirinya sebagai proses menuju pribadi yang lebih baik.
Tindakan sosial merupakan dimensi Pendidikan IPS yang memungkinkan siswa dapat aktif dalam proses pembelajaran. Siswa dapat berlatih secara konkret untuk berpartisipasi aktif dalam mayarakat yang demokratis, pembelajaran yang mengajarkan untuk mengormati individu memiliki harkat dan martabat yang berkomitmen terhadap keadilan sosial, dan memperlakukan manusia sama kedudukannya didepan hukum.  
C.    Teori Piaget
       Piaget merupakan psikolog darim Swiss yang banyak mempelajari tentang perkembangan kognitif anak. Melalui serangkaian pengamatan dan wawancara terhadap anaknya sendiri. Anak tidak pasif menerima informasi, melainkan berperan aktif didalam menyusun pengetahuannya sendiri. Tahap-tahap perkembangan ini dibagi menjadi empat tahap oleh Piaget, yaitu tahap pemikiran sensoris-motorik, praoperasional, operasional konkret dan operasional formal. Akan tetapi Piaget tidak menyebutkan secara tegas batasan-batasan umur pada masing-masing tahap sebab tergantung pada kualitas pemikiran seseorang. Pieget berpendapat apa yang sudah dimiliki pada diri seseorang adalah dasar untuk menerima yang baru. Tahap-tahap tersebut saling berkaitan dan tidak dapat ditukar atau dibalik karena tahap sesudahnya terbentuk karena tahap yang sebelumnya sudah dilewati.
       Tahap perkembangan sensoris-motorik merupakan tahap paling awal perkembangan kognitif yang terjadi pada masa kelahiran sampai sekitar 2 tahun. Dalam hal ini bayi lahir bukan saja menerima secara pasif rangsangan-rangsangan terhadap alat inderanya tetapi juga aktif memberikan respons melalui gerak-gerak refleks. Pada tahap ini intelegensi anak lebih didasarkan tindakan inderawi anak terhadap lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamah, mendengar, menghisap, menangis serta menggerakkan tangan, kaki dan kepalanya. Apabila kita mendekatkan benda ke arah mulut bayi, maka secara refleks bayi akan menghisapnya. Bila kita mendekatkan benda ditelapak tangannya maka ia akan menggenggam benda tersebut. Menurut Piaget dalam buku Suparno (2001:30) “seorang bayi yang dibiasakan makan dengan sendok akan mengalami kesulitan dalam menyusu, sementara bila bayi dibiarkan menghisap susu maka bayi akan terampil melakukan kegiatan tersebut”. Kebiasaan-kebiasaan yang sederhana mulai terlihat, seperti bayi mulai mengembangkan kebiasaan menghisap jari, awalnya hanya mengangkat tangannya ke mulut lalu pelan-pelan mencoba dan akhirnya dapat menghisap ibu jari. Pada akhir periode ketika anak berusia sekitar 2 tahun, pola sensoris-motor mulai mengadopsi bahasa-bahasa yang ia sering dengar seperti anak dapat menggunakan kata-kata yang sederhana yang diajarkan oleh ibunya. Meskipun sangat sederhana, perkembangan sensorimotor ini sangat penting karena menjadi dasar perkembangan  anak pada tahap berikutnya.
       Pada tahap praoperasional berlangsung sekitar umur 2 tahun hingga 7 tahun. Tahap praoperasional dibagi menjadi dua tahap yaitu prakonseptual atau perkembangan pemikiran simbolis pada umur 2-4 tahun dan perkembangan pemikiran intuitif pada umur 4-7 tahun (Desmita 2012:131). Pada tahap prakonseptual seorang anak dapat menggunakan simbol atau tanda untuk mengungkapkan suatu obyek yang tidak nampak dihadapannya. Anak sudah dapat menggambarkan suatu kejadian atau peristiwa yang dialaminya. Misalnya anak bermain pasar-pasaran dengan menggunakan daun sebagai uang. Selain mempunyai pemikiran simbolis, anak juga suka menirukan sesuatu, misalnya pada saat bermain pasar-pasaran dia juga membuat kue-kuean sendiri. Kue dan barang-barang pasar merupakan hasil imitasi sewaktu ia diajak ibunya kepasar. Anak juga mulai suka untuk menggambar dan belajar untuk menulis, pada awalnya tidak nampak jelas bahwa anak itu hendak menggambar tetapi lama-kelamaan gambarnya mulai agak jelas dan paling tidak orang lain dapat mengerti apa yang ia gambar. Pada umur 4 tahun, biasanya seorang anak sudah lancar untuk berbicara tetapi dengan menggunakan bahasa ibunya.
       Tahap operasi konkret (7-12 tahun) dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada suatu aturan tertentu yang logis. Mereka mulai mengembangkan kemampuan berfikirnya. Kemampuan mengelompokan sudah sudah berkembang pada masa ini walaupun masih terbatas pada hal-hal konkret. Siswa telah mampu melakukan klasifikasi benda-benda dengan menemukan perbedaan dan persamaan diantara sekelompok benda. Kemampuan analisis tingkat awal sudah dapat dilakukan oleh siswa SMP. Meskipun demikian, kemampuan untuk berpikir abstrak belum sepenuhnya berkembang pada masa ini. Kemampuan berfikir abstrak baru dapat berkembang pada usia mulai 12 tahun. kemampuan berfikir abstrak ini mulai berkembang dibarengi dengan kemampuan untuk mengindentifikasi hal-hal yang abstrak menjadi sesuatu yang konkret. Dengan kata lain, pada tahap ini siswa mampu berpikir hipotesis pada tingkat yang sederhana.
       Pada tingkat perkembangan operasi formal, anak usia SMP ke atas sudah mampu untuk diajak berpikir abstrak dan mempelajari dengan lambang, konsep dan prosedur keilmuan. Daya nalar mereka sudah bekerja lebih baik, mereka mampu menerima perbedaan-perbedaan pendapat sebagaimana yang sering ada dalam ilmu-ilmu sosial. Siswa SMP dan SMA sudah memiliki kemampuan untuk memilih, mencari persamaan, menemukan perbedaan antara konsep satu dengan konsep yang lain, mengembangkan kemampuan untuk merumuskan konsep, memiliki prinsip, dan menemukan sesuatu yang abstrak untuk dijadikan landasan untuk berkomunikasi dan membentuk suatu pemikiran dan pendapat sesuai dengan kemampuannya. Pada tingkat ini siswa sudah bisa dikatakan mampu sebagai seorang ilmuan dan sudah dapat belajar disiplin ilmu-ilmu sosial. Dengan kemampuan yang dimiliki siswa tersebut harus selalu dikembangkan untuk menjadi bekal mereka belajar di perguruan tinggi. Guru harus pintar-pintar menyederhanakan tingkat abstraksi pada suatu pemikiran keilmuan sesuai dengan pengalaman belajar yang siswa miliki. Bagi siswa kelas 3 SMA, kemampuan untuk berfikir abstrak sudah dapat dikatakan mendekati mereka yang belajar di tahun pertama di perguruan tinggi.
D.    Simpulan
       Dari pembahasan mengenai dimensi Pendidikan IPS yang terdiri atas knowledge, skills, values and attitudes, dan action merupakan suatu kesatuan yang memiliki karakteristik masing-masing tetapi dalam proses pembelajaran merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi. Kedudukan berpikir abstrak dalam belajar disiplin ilmu-ilmu sosial jelas bahwa Pendidikan IPS harus didasarkan pada kemampuan berpikir abstrak yang tinggi sebab yang diteliti merupakan fenomena atau kejadian dikehidupan sosial manusia. Secara konseptual dimensi pengetahuan atau knowledge mencangkup fakta, konsep, generalisasi dan teori yang bersumber dari pengamatan dari kegiatan di masyarakat.
       Dari apa yang sudah dikemukakan dalam pembahasan mengenai teori Piaget terlihat jelas bahwa proses berfikir abstrak dibenarkan hanya dapat dilakukan oleh siswa SMP ke atas pada tahap operasi formal karena didasarkan pada tingkat perkembangan dan kemampuan siswa. Bersamaan dengan berfikir abstrak ini mereka juga sudah mampu untuk membuat argumentasi atau pendapat yang sesuai dengan pengalaman belajar yang mereka miliki serta kemampuan berfikir abstrak ini harus selalu dikembangkan sebagai bekal untuk belajar di perguruan tinggi.

Daftar pustaka
Adisusilo, Sutarjo. 2013. Pembelajaran Nilai-Karakter. Konstruktivisme dan VCT Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Desmita. 2012. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hasan, Hamid. 1995. Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: P2TK.
Sapriya. 2012. Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Supardan, Dadang. 2011. Pengantar Ilmu Sosial. Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Suparno, Paul. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.

0 komentar: