Guest book
Popular Posts
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian ANALISIS KURIKULUM 2006 DAN KURIKULUM 2013 MAPEL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Oleh: Dewi Wulandari NI...
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian PERBANDINGAN KEMAMPUAN SISTEM POLITIK DEMOKRASI PANCASILA ERA ORDE BARU DENGAN DEMOKRASI PANCASILA ERA ...
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian MODEL PEMBELAJARAN PKN Oleh: Dewi Wulandari NIM K6413020 Progam Studi Pendidikan Pancasila dan Ke...
-
Artikel Ilmiah TAMAN BALEKAMBANG SEBAGAI PEMBENTUK ESTETIKA KOTA SOLO Oleh: Dewi Wulandari NIM K6413020 Progam Studi Pendidik...
-
E PISTIMOLOGI M ULTIKULTURALISME Mahfud Choirul. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta : ...
-
Resensi MULTIKULTURALISME DAN KEWARGANEGARAAN DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN INDONESIA Oleh: Dewi Wulandari NIM K6413020 Progam Stu...
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian PERENCANAAN PEMBELAJARAN PKN Oleh: Dewi Wulandari NIM K6413020 Progam Studi Pendidikan Pancasil...
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN ILMU SOSIAL Oleh: Dewi Wulandari NIM K6413020 Progam Studi Pendidikan...
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian KOMUNIKASI POLITIK Oleh: Dewi Wulandari NIM K6413020 Progam Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarg...
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian ANALISIS SISTEM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 DITINJAU DARI SISI KEDAULATAN RAKYAT & DEMOKRASI Oleh...
Blogger templates
Blogger news
Blogroll
About
Diberdayakan oleh Blogger.
Site Categories
Mengenai Saya
About
Rabu, 27 April 2016
Artikel Ilmiah Non-Penelitian
Oleh: Dewi Wulandari
NIM K6413020
Progam Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstrak
Dimensi Pendidikan
IPS (PIPS) akan menjadi dasar dan sumber pembelajaran dalam pengorganisasian
materi yang diselenggarakan oleh guru. Penguasaan dan pengembangan dimensi
Pendidikan IPS bagi siswa dianggap perlu sebagai bekal untuk berfikir abstrak.
Sesuatu itu baru dapat dipelajari dan diterima oleh siswa apabila tingkat
kemampuan kognitif dan afektifnya memungkinkan ia untuk mengakomodasi tentang
apa yang mereka pelajari. Dengan kata lain, pengetahuan yang dimilikinya tidak
terlalu jauh dengan pengetahuan atau sesuatu yang akan ia pelajari. Jika hal
tersebut tidak terpenuhi maka proses belajar hanyalah akan menjadi beban dan bahan ingatan semata
atau rote learning (belajar tanpa makna). Pendidikan yang baik adalah
pendidikan yang berhasil mengembangkan potensi seseorang secara maksimum atau meaningful
learning (belajar bermakna). Dalam dunia pendidikan, pertimbangan utamanya
ialah tingkat perkembangan kognitif siswa yang dapat dipelajari dengan menggunakan
teori Pieget.
Kata
kunci : Dimensi PIPS, Teori Perkembangan kognitif
A.
Pendahuluan
Sebagai
guru yang profesional harus memiliki kemampuan dalam mengorganisasi materi
pembelajaran agar setiap siswa mampu memiliki kemampuan untuk berfikir abstrak.
Sebelum memiliki kemampuan berfikir abstrak, siswa harus sudah memiliki
pengetahuan atau konsep dasar sehingga siswa mampu membentuk struktur ilmu pengetahuannya
sendiri. Model pembelajaran yang dipilih harus tepat agar proses belajar
mengajar lebih efektif dan berkualitas. Artinya, “pendidikan diberikan harus
mempertimbangkan tingkat perkembangan usia dengan tingkat kemampuan berfikir
yang dianggap wajar bagi seseorang untuk menerimanya sehingga memiliki makna
bagi mereka (meaningful learning)” (Hasan
1995:77).
Untuk
mempelajari Pendidikan IPS lebih komprehensif, perlu mengetahui tentang dimensi
Pendidikan IPS terlebih dahulu, walaupun setiap dimensi memiliki karakteristik
tersendiri, tetapi dalam penerapan proses pembelajaran dimensi ini saling
melengkapi.
Kedudukan
berfikir dalam disiplin ilmu-ilmu sosial sangat dipengaruhi oleh tingkat
perkembangan kognitif dan afektif seseorang. Dimensi pengetahuan atau knowledge yang dimiliki seseorang
tentang pengetahuan sosial berbeda-beda, karena yang menjadi obyek untuk
diteliti dalam Pendidikan IPS adalah fenomena atau kejadian dalam kehidupan
sosial manusia. Melihat kemampuan untuk berfikir abstrak dibenarkan hanya dapat
dilakukan oleh siswa mulai di SMP dan SMA baik dalam tingkat perkembangan yang
dikemukakan Piaget. Kemampuan memproses
informasi untuk membangun pemahaman sehingga mampu untuk melakukan analisis
sampai dengan evaluasi dengan memanfaatkan apa yang mereka miliki untuk sesuatu
yang baru secara mandiri. Oleh karena itu, dimensi Pendidikan IPS sangat
ditentukan oleh tingkat perkembangan kognitif siswa untuk dapat berfikir
abstrak untuk mengembangkan kemampuan menjadi lebih tinggi.
B.
Dimensi
Pendidikan Ilmu Sosial
Sapriya
(2012:48) menyimpulkan “Progam Pendidikan IPS yang komprehensif adalah progam
yang mencangkup empat dimensi yang meliputi dimensi pengetahuan (knowledge), dimensi ketrampilan (skills), dimensi nilai dan sikap (values and attitudes) dan dimensi
tindakan (action)”.
Perkembangan
kognitif merupakan satu aspek perkembangan manusia yang berkaitan dengan
pengetahuan (knowledge), yaitu semua
proses psikologi yang berkaitan dengan bagaimana seseorang mempelajari,
memperhatikan, mengamati, membayangkan, memikirkan dan menilai lingkungannya. Secara
konseptual “pengetahuan (knowledge)
hendaknya mencangkup fakta, konsep, dan generalisasi yang dipahami oleh siswa”
(Sapriya 2012:49).
Fakta
merupakan kenyataan yang diamati yang dapat dibuktikan secara empiris. Dalam
pembelajaran IPS diharapkan siswa dapat mengamati berbagai fenomena kehidupan
sosial, mereka dituntut untuk berpikir abstrak sehingga mampu memahami dan
menjelaskan apa makna dibalik fenomena yang diamatinya. Dari mengamati fenomena
sosial masyarakat tersebut dikumpulkan data atau informasi. Misalkan mengamati
kegiatan mahasiswa PPKn 2013, pada hari senin mahasiswa PPKn 2013 masuk pukul
07.00 untuk mengikuti kuliah Penulisan Karya Ilmiah diruang 1202 lantai 1 di
gedung C FKIP.
Konsep
yang dikembangkan dalam disiplin ilmu-ilmu sosial selalu bersifat abstraksi
yang merupakan suatu penggambaran dari sesuatu yang konkret atau abstrak yang
dapat berbentuk pengertian atau definisi ataupun gambaran dari sesuatu yang
memiliki ciri-ciri umum. Konsep merupakan hasil dari buah pikiran manusia untuk
menjelaskan sesuatu melalui simbol-simbol. Contoh konsep menurut disiplin
ilmu-ilmu sosial seperti tradisi, perilaku, budaya, konflik, keragaman, ritual,
nasionalisme, persepsi, kerja kelompok, perubahan, lingkungan, kekerabatan,
akulturasi, keyakinan dsb.
Supardan (2011:57) menarik simpulan sebagai
berikut.
Generalisasi
merupakan pernyataan tentang hubungan antara konsep-konsep yang berfungsi untuk
membantu dalam memudahkan pemahaman suatu maksud dari pernyataan itu, berfungsi
untuk mengindetifikasi penyebab dan pengaruhnya, bahkan dapat digunakan untuk
memprediksi suatu kejadian yang berhubungan dengan pernyataan yang ada dalam
generalisasi tersebut.
Generalisasi
merupakan kesimpulan yang dapat ditarik secara induktif mengenai fakta-fakta
yang ada dan pengembangan konsep yang teruji kebenarannya setelah dilakukan
suatu penelitian. Sebelum ada penelitian maka generalisasi masih berupa
hipotesis atau jawaban sementara. Generalisasi dapat disusun dengan ruang
lingkup yang sederhana sampai kepada yang luas dan kompleks. Dari proses
generalisasi tersebut menghasilkan suatu teori yang pada hakikatnya merupakan
tujuan utama dalam ilmu pengetahuan. Teori digunakan sebagai landasan pemikiran
untuk melakukan penelitian, sebab teori dihasilkan untuk penjelasan ilmiah yang
dikaji dari kejadian-kejadian empiris.
Dimensi nilai dan sikap (values and attitudes) dalam Pendidikan
IPS berhubungan dengan seperangkat keyakinan yang tercermin ketika berpikir dan
bertindak. Nilai dipelajari dari pergaulan antarindividu dalam suatu kelompok
seperti dalam tradisi atau budaya, agama, hati nurani, dan kesepakatan bangsa. Menurut
Steeman dalam buku Adisusilo (2013:56) “nilai adalah sesuatu yang memberi makna
pada hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup”. Nilai merupakan
sesuatu yang abstrak dan ideal yang dianggap penting oleh seseorang yang
biasanya mengacu pada etika, estetika dan logika. Contoh nilai misalnya, nilai
kesopanan, nilai kemanusiaan, nilai gotong-royong, nilai ketuhanan, nilai
musyawarah, nilai keadilan sosial, nilai kebersihan dsb yang masib perlu
dikonkritkan kedalam suatu norma. Nilai yang bersifat normatif dan berfungsi
sebagai motivator tindakan manusia yang diimplementasikan dalam bentuk norma.
Progam Pendidikan IPS memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapakan
dan merefleksi nilai-nilai yang dianutnya. Nilai yang dianut siswa tergantung
pada kondisi keluarga, agama atau budayanya, dengan kata lain siswa hendaknya
diberi motivasi untuk bersiap diri membenarkan posisinya dengan menerima segala
kritikan yang diajukan terhadap dirinya sebagai proses menuju pribadi yang
lebih baik.
Tindakan sosial merupakan dimensi
Pendidikan IPS yang memungkinkan siswa dapat aktif dalam proses pembelajaran. Siswa
dapat berlatih secara konkret untuk berpartisipasi aktif dalam mayarakat yang
demokratis, pembelajaran yang mengajarkan untuk mengormati individu memiliki
harkat dan martabat yang berkomitmen terhadap keadilan sosial, dan
memperlakukan manusia sama kedudukannya didepan hukum.
C. Teori Piaget
Piaget merupakan psikolog darim Swiss
yang banyak mempelajari tentang perkembangan kognitif anak. Melalui serangkaian
pengamatan dan wawancara terhadap anaknya sendiri. Anak tidak pasif menerima
informasi, melainkan berperan aktif didalam menyusun pengetahuannya sendiri. Tahap-tahap
perkembangan ini dibagi menjadi empat tahap oleh Piaget, yaitu tahap pemikiran
sensoris-motorik, praoperasional, operasional konkret dan operasional formal. Akan
tetapi Piaget tidak menyebutkan secara tegas batasan-batasan umur pada
masing-masing tahap sebab tergantung pada kualitas pemikiran seseorang. Pieget
berpendapat apa yang sudah dimiliki pada diri seseorang adalah dasar untuk
menerima yang baru. Tahap-tahap tersebut saling berkaitan dan tidak dapat
ditukar atau dibalik karena tahap sesudahnya terbentuk karena tahap yang
sebelumnya sudah dilewati.
Tahap perkembangan sensoris-motorik
merupakan tahap paling awal perkembangan kognitif yang terjadi pada masa
kelahiran sampai sekitar 2 tahun. Dalam hal ini bayi lahir bukan saja menerima
secara pasif rangsangan-rangsangan terhadap alat inderanya tetapi juga aktif
memberikan respons melalui gerak-gerak refleks. Pada tahap ini intelegensi anak
lebih didasarkan tindakan inderawi anak terhadap lingkungannya, seperti
melihat, meraba, menjamah, mendengar, menghisap, menangis serta menggerakkan
tangan, kaki dan kepalanya. Apabila kita mendekatkan benda ke arah mulut bayi,
maka secara refleks bayi akan menghisapnya. Bila kita mendekatkan benda
ditelapak tangannya maka ia akan menggenggam benda tersebut. Menurut Piaget
dalam buku Suparno (2001:30) “seorang bayi yang dibiasakan makan dengan sendok
akan mengalami kesulitan dalam menyusu, sementara bila bayi dibiarkan menghisap
susu maka bayi akan terampil melakukan kegiatan tersebut”. Kebiasaan-kebiasaan
yang sederhana mulai terlihat, seperti bayi mulai mengembangkan kebiasaan
menghisap jari, awalnya hanya mengangkat tangannya ke mulut lalu pelan-pelan
mencoba dan akhirnya dapat menghisap ibu jari. Pada akhir periode ketika anak
berusia sekitar 2 tahun, pola sensoris-motor mulai mengadopsi bahasa-bahasa
yang ia sering dengar seperti anak dapat menggunakan kata-kata yang sederhana
yang diajarkan oleh ibunya. Meskipun sangat sederhana, perkembangan
sensorimotor ini sangat penting karena menjadi dasar perkembangan anak pada tahap berikutnya.
Pada tahap praoperasional berlangsung
sekitar umur 2 tahun hingga 7 tahun. Tahap praoperasional dibagi menjadi dua
tahap yaitu prakonseptual atau perkembangan pemikiran simbolis pada umur 2-4
tahun dan perkembangan pemikiran intuitif pada umur 4-7 tahun (Desmita
2012:131). Pada tahap prakonseptual seorang anak dapat menggunakan simbol atau
tanda untuk mengungkapkan suatu obyek yang tidak nampak dihadapannya. Anak
sudah dapat menggambarkan suatu kejadian atau peristiwa yang dialaminya.
Misalnya anak bermain pasar-pasaran dengan menggunakan daun sebagai uang. Selain
mempunyai pemikiran simbolis, anak juga suka menirukan sesuatu, misalnya pada
saat bermain pasar-pasaran dia juga membuat kue-kuean sendiri. Kue dan
barang-barang pasar merupakan hasil imitasi sewaktu ia diajak ibunya kepasar. Anak
juga mulai suka untuk menggambar dan belajar untuk menulis, pada awalnya tidak
nampak jelas bahwa anak itu hendak menggambar tetapi lama-kelamaan gambarnya
mulai agak jelas dan paling tidak orang lain dapat mengerti apa yang ia gambar.
Pada umur 4 tahun, biasanya seorang anak sudah lancar untuk berbicara tetapi
dengan menggunakan bahasa ibunya.
Tahap operasi konkret (7-12 tahun) dicirikan
dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada suatu aturan tertentu
yang logis. Mereka mulai mengembangkan kemampuan berfikirnya. Kemampuan
mengelompokan sudah sudah berkembang pada masa ini walaupun masih terbatas pada
hal-hal konkret. Siswa telah mampu melakukan klasifikasi benda-benda dengan
menemukan perbedaan dan persamaan diantara sekelompok benda. Kemampuan analisis
tingkat awal sudah dapat dilakukan oleh siswa SMP. Meskipun demikian, kemampuan
untuk berpikir abstrak belum sepenuhnya berkembang pada masa ini. Kemampuan
berfikir abstrak baru dapat berkembang pada usia mulai 12 tahun. kemampuan
berfikir abstrak ini mulai berkembang dibarengi dengan kemampuan untuk
mengindentifikasi hal-hal yang abstrak menjadi sesuatu yang konkret. Dengan
kata lain, pada tahap ini siswa mampu berpikir hipotesis pada tingkat yang
sederhana.
Pada tingkat perkembangan operasi formal,
anak usia SMP ke atas sudah mampu untuk diajak berpikir abstrak dan mempelajari
dengan lambang, konsep dan prosedur keilmuan. Daya nalar mereka sudah bekerja
lebih baik, mereka mampu menerima perbedaan-perbedaan pendapat sebagaimana yang
sering ada dalam ilmu-ilmu sosial. Siswa SMP dan SMA sudah memiliki kemampuan
untuk memilih, mencari persamaan, menemukan perbedaan antara konsep satu dengan
konsep yang lain, mengembangkan kemampuan untuk merumuskan konsep, memiliki
prinsip, dan menemukan sesuatu yang abstrak untuk dijadikan landasan untuk
berkomunikasi dan membentuk suatu pemikiran dan pendapat sesuai dengan
kemampuannya. Pada tingkat ini siswa sudah bisa dikatakan mampu sebagai seorang
ilmuan dan sudah dapat belajar disiplin ilmu-ilmu sosial. Dengan kemampuan yang
dimiliki siswa tersebut harus selalu dikembangkan untuk menjadi bekal mereka
belajar di perguruan tinggi. Guru harus pintar-pintar menyederhanakan tingkat
abstraksi pada suatu pemikiran keilmuan sesuai dengan pengalaman belajar yang
siswa miliki. Bagi siswa kelas 3 SMA, kemampuan untuk berfikir abstrak sudah
dapat dikatakan mendekati mereka yang belajar di tahun pertama di perguruan
tinggi.
D. Simpulan
Dari pembahasan mengenai dimensi
Pendidikan IPS yang terdiri atas knowledge,
skills, values and attitudes, dan action
merupakan suatu kesatuan yang memiliki karakteristik masing-masing tetapi
dalam proses pembelajaran merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi. Kedudukan
berpikir abstrak dalam belajar disiplin ilmu-ilmu sosial jelas bahwa Pendidikan
IPS harus didasarkan pada kemampuan berpikir abstrak yang tinggi sebab yang
diteliti merupakan fenomena atau kejadian dikehidupan sosial manusia. Secara
konseptual dimensi pengetahuan atau knowledge
mencangkup fakta, konsep, generalisasi dan teori yang bersumber dari
pengamatan dari kegiatan di masyarakat.
Dari apa yang sudah dikemukakan dalam
pembahasan mengenai teori Piaget terlihat jelas bahwa proses berfikir abstrak
dibenarkan hanya dapat dilakukan oleh siswa SMP ke atas pada tahap operasi
formal karena didasarkan pada tingkat perkembangan dan kemampuan siswa. Bersamaan
dengan berfikir abstrak ini mereka juga sudah mampu untuk membuat argumentasi
atau pendapat yang sesuai dengan pengalaman belajar yang mereka miliki serta kemampuan
berfikir abstrak ini harus selalu dikembangkan sebagai bekal untuk belajar di
perguruan tinggi.
Daftar
pustaka
Adisusilo, Sutarjo. 2013. Pembelajaran Nilai-Karakter. Konstruktivisme
dan VCT Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Desmita. 2012. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hasan, Hamid. 1995. Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: P2TK.
Sapriya. 2012. Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Supardan, Dadang. 2011. Pengantar Ilmu Sosial. Sebuah Kajian
Pendekatan Struktural. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Suparno, Paul. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta:
Kanisius.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar