Guest book
Popular Posts
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian ANALISIS KURIKULUM 2006 DAN KURIKULUM 2013 MAPEL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Oleh: Dewi Wulandari NI...
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian PERBANDINGAN KEMAMPUAN SISTEM POLITIK DEMOKRASI PANCASILA ERA ORDE BARU DENGAN DEMOKRASI PANCASILA ERA ...
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian MODEL PEMBELAJARAN PKN Oleh: Dewi Wulandari NIM K6413020 Progam Studi Pendidikan Pancasila dan Ke...
-
Artikel Ilmiah TAMAN BALEKAMBANG SEBAGAI PEMBENTUK ESTETIKA KOTA SOLO Oleh: Dewi Wulandari NIM K6413020 Progam Studi Pendidik...
-
E PISTIMOLOGI M ULTIKULTURALISME Mahfud Choirul. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta : ...
-
Resensi MULTIKULTURALISME DAN KEWARGANEGARAAN DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN INDONESIA Oleh: Dewi Wulandari NIM K6413020 Progam Stu...
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian PERENCANAAN PEMBELAJARAN PKN Oleh: Dewi Wulandari NIM K6413020 Progam Studi Pendidikan Pancasil...
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN ILMU SOSIAL Oleh: Dewi Wulandari NIM K6413020 Progam Studi Pendidikan...
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian KOMUNIKASI POLITIK Oleh: Dewi Wulandari NIM K6413020 Progam Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarg...
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian ANALISIS SISTEM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 DITINJAU DARI SISI KEDAULATAN RAKYAT & DEMOKRASI Oleh...
Blogger templates
Blogger news
Blogroll
About
Diberdayakan oleh Blogger.
Site Categories
Mengenai Saya
About
Rabu, 27 April 2016
Artikel
PROSES PERUBAHAN KELEMBAGAAN NEGARA
(GAGASAN PERUBAHAN AMANDEMEN KE V)
DITINJAU DARI PERSPEKTIF KEDAULATAN RAKYAT &
DEMOKRASI, DAN NEGARA KESEJAHTERAAN
Oleh: Dewi Wulandari
NIM K6413020
Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada
hakikatnya sebuah konstitusi di dalam
suatu negara memuat mengenai segala ketentuan dan aturan mengenai
ketatanegaraan (Udang-Undang Dasar, dan sebagainya), dengan kata lain segala
praktik penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara (perilaku seseorang
maupun penguasa) tidak boleh menyimpang dari konstitusi. Undang-Undang Dasar
1945 sebagai konstitusi tertulis negara Indonesia mempunyai fungsi dan peranan,
sejarah membuktikan pergantian UUD selama empat kurun waktu berlakunya UUD
dengan ketiga macam UUD (UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950)
setidak-tidaknya telah membawa perubahan struktural dan mekanisme
penyelenggaraan pemerintah negara, dan kemungkinan yang lain adalah perubahan
dasar filsafat dan tujuan negara. Tetapi dalam praktik penyelenggaraan
ketatanegaraan kita, pergantian UUD hanya terbatas pada perubahan struktur,
mekanisme dan kebijakannya saja. Jadi dasar filsafat negara kita tetap Pancasila
dan tujuan pokoknya juga tetap sesuai yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
UUD
1945 menjamin perlindungan atas hak-hak asasi manusia, menjamin peradilan yang
bebas dan menganut asas kedaulatan rakyat. Namun dalam kenyataannya,
prinsip-prinsip tersebut belum dielaborasikan secara proporsional dalam praktik
ketatanegaraan di Indonesia. Contoh mengenai peradilan yang bebas di Indonesia,
penerapan asas equality before the law tidak
berlaku merata bagi semua rakyat Indonesia sehingga peradilan di Indonesia
masih sangat rentan terjadi kasus penyuapan terhadap para penegak hukum sehingga
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia hanya merupakan angan-angan bagi
rakyat miskin yang ingin mendapatkan keadilan.
Atas dasar argumentasi saya diatas,
maka saya sangat setuju terhadap gagasan tentang dilakukannya perubahan
amandemen ke V karena dalam pelaksanaan konstitusinya jauh dari paham
konstitusi itu sendiri. Alasan yang lain, menurut sejarah terbentuknya UUD 1945
memang didesain oleh para pendiri negara sebagai konstitusi yang bersifat
sementara dan juga secara yuridis, UUD 1945 telah mengatur sendiri prinsip dan
mekanisme perubahan konstitusi (Pasal 37).
Gagasan untuk melakukan Perubahan
Kelima UUD 1945 dimotori oleh 128 anggota DPD dan didukung oleh Anggota Fraksi
Kebangkitan Bangsa MPR, anggota Fraksi PKS, dan Fraksi PBR. Kelompok ini
mengusulkan perubahan Pasal 22D ayat (1), (2), dan (3). Alasan yang diajukan,
yaitu untuk mengefektifkan posisi DPD dalam memperjuangkan kepentingan daerah,
serta dalam rangka meningkatkan peran DPD dalam sistem ketatanegaraan RI,
khususnya dalam mengembangkan sistem checks
and balances antarlembaga negara.
Tetapi gagasan tersebut ditolak oleh
kekuatan politik mayoritas di DPR, Partai Golkar, PDIP, PPP dan PAN. Menurut
Waketum PPP, perubahan konstitusi hanya untuk meningkatkan peran DPD yang
dirasa terlalu tergesa-gesa dan juga waktunya tidak tepat. Demikian pula Sekjen
PDIP, perubahan konstitusi hanya menjadi keinginan sekelompok elite politik.
Diluar kedua gagasan tersebut, ada
yang mengusulkan restorasi perubahan UUD 1945 untuk dikembalikan lagi pada
naskah asli, sementara hasil perubahannya ditempatkan pada bagian tambahan (adendum). Gagasan ini dimunculkan oleh
ahli hukum Prof. Dimyati Hartono dalam bukunya Restorasi Amandemen UUD 1945 dengan tahapan pertama yaitu
mengembalikan dulu ke naskan asli UUD 1945 kemudian menganalisis hasil
perubahan konstitusi mengenai apa yang salah dan mana yang bisa diteruskan,
kemudian menyusun hasilnya dalam tata naskah restorasi perubahan UUD 1945 yang
lengkap. Dalam naskah itu dimuat naskah Proklamasi 17 Agustus 1945, Pembukaan
UUD 1945, Batang Tubuh, Penjelasan, dan
hasil analisis terhadap hasil perubahan yang diformat dalam tambahan. [1]
Pihak lain boleh disebut Komite
Nasional Penyelamat Pancasila dan UUD 1945. Didalam komisi tersebut terdapat
nama KH. Abdurrahman (alm), Soetarjdo Soerjogoeritno (alm), Amin Aryoso, Ridwan
Saidi, dan Tyasno Sudarto yang memimpin Gerakan Revolusi Nurani. Mereka menilai
diubahnya UUD 1945 menjadi UUD 2002 adalah bentuk intervensi asing yang
menyebabkan kehidupan kenegaraan mengarahkan pada individualisme, materialisme,
liberalisme sehingga menjauh dari masyarakat yang adil dan makmur. Mereka
menuntut supaya kembali saja ke naskah UUD 1945 asli (sebelum perubahan bahkan
kalau perlu dengan Dekrit. Menurut Buyung Nasution sikap yang menuntut kembali
ke UUD 1945 yang asli atau yang murni dan konsekuen, ibarat memutar jarum jam
sejarah kebelakang, ke Zaman Demokrasi Terpimpin (Orde Lama) atau Demokrasi
Pancasila (Orde Baru) yang anti demokrasi (Kompas,
10 Juli 2006). Pendapat senada dikemukakan Koalisi Konstitusi Baru.
Keinginan warga yang secara sistematis berkampanye untuk kembali ke UUD 1945
sebelum perubahan harus dilawan. Keinginan kembali ke UUD 1945 sebelum
perubahan hanya akan membawa ke zaman dengan sistem pemerintahan
otoritarian-birokratik lagi. [2]
Usulan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan DPR mendukung gagasan untuk membentuk panitia/komisi nasional yang
mempersiapkan Perubahan V UUD 1945. Secara normatif, kewenangan untuk melakukan
perubahan UUD 1945 berada di tangan MPR, tetapi tidak menutup kemungkinan setiap
warga negara yang memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masa depan bangsa
ini juga mempunyai hak untuk mengusulkan perubahan konstitusi dan selanjutnya
bisa dikaji lebih mendalam lagi oleh MPR semua usulan-usulan tersebut.
Hasil perubahan yang dilakukan oleh
MPR tahun 1999-2002 merupakan kontribusi yang positif terhadap upaya
pembentukan dan perbaikan sistem ketatanegaraan Indonesia yang lebih baik lagi
kedepan. Dengan perubahan pasal-pasal, MPR telah berhasil meletakkan
sendi-sendi checks and balances termasuk
membatasi kekuasaan eksekutif, serta MPR juga telah berhasil mengubah dengan
tegas tentang darimana kedaulatan diperoleh. Realisasi demokrasi perwakilan ditunjukkan
oleh MPR yang terdiri dari DPR dan DPD. Inovasi politik dan hukum melalui
perubahan UUD 1945 oleh MPR era reformasi juga berkaitan erat dengan pemilihan
langsung Presiden dan Wakil Presiden (Kedaulatan berada ditangan rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat).
Dalam peta politik menurut Denny
Indrayana, reformasi konstitusi yang tidak dilepaskan dari konflik politik,
dengan menyerahkan semata-mata kepada lembaga perwakilan seperti MPR, akan
cenderung terkontaminasi dengan virus kompromi politik jangka pendek yang
biasanya menjadi solusi pragmatis dari konflik politik transisi. Oleh karena
itu, lebih baik bila proses reformasi konstitusi diserahkan kepada lembaga yang
profesional yang independen dan nonpartisan sebagaimana Komisi Konstitusi. [3]
Kritik tajam juga dilontarkan oleh
Mukhtie Fadjar [4]
dalam melakukan perubahan-perubahan terhadap UUD 1945 tersebut sejak semula MPR
memang tidak memiliki visi dan misi yang jelas disepakati dan dirumuskan secara
tegas, atau dengan kata lain tidak memiliki paradigma perubahan yang diinginkan
dengan perubahan konstitusi, sehingga menuai banyak kritik baik dalam proses
maupun dalam substansi dan bahkan secara ekstrim ada dua kubu pendapat yang
berhadapan secara diametral yaitu yang menilai MPR telah “kebablasan dalam melakukan
perubahan terhadap UUD 1945 sehingga harus dihentikan, dan ada yang lain yang
menganggap MPR tidak mampu atau kacau balau dalam melakukan perubahan sehingga
diharapkan menyerahkan tugas perubahan atau bahkan penyusunan konstitusi baru
kepada sebuah Komisi Konstitusi yang independen, sedangkan MPR hanya
menetapkannya saja.
Komisi Konstitusi yang mengkaji
secara komprehensif Perubahan UUD 1945 ke V lebih mengarah pada bagaimana
mengimplementasikan Perubahan UUD 1945 antara lain bentuk gagasan-gagasan
ilmiah mengenai agenda pembentukan UU sebagai perangkat hukum pelaksana agar
dapat operasional dan memberi manfaat dalam peningkatan kualitas
penyelenggaraan negara.
Partisipasi aktif warga negara
Indonesia dalam menentukan masa depan bangsa yaitu setiap warga negara
mempunyai hak untuk memilih dan dipilih wakil rakyat sesuai dengan Ketentuan
UUD 1945 Amandemen menimbulkan permasalahan baru yang muncul. Dalam memilih
wakil rakyat untuk duduk di kursi jabatan DPR serta DPD, yang keduanya
merupakan anggota dari MPR yang kewenangannya menetapkan dan mengubah UUD
sebagai konstitusi di negara Indonesia tidak lagi ditentukan oleh jenjang
pendidikan wakil rakyat yang terpilih dalam pemilihan umum yang sudah
berlangsung waktu lalu. Bagaimana tidak, pada kenyataannya wakil rakyat yang
terpilih dalam pemilu legislatif bulan April 2014 lalu ada sosok yang terpilih
bukan dari kalangan dengan tingkat pendidikan yang tinggi tetapi kalangan dari
pendidikan yang rendah seperti tukang ojek, pembantu rumah tangga sampai tukang
badut menang dalam pemilu legislatif kemarin dan berhasil meraih kursi di
Senayan. Potret demokrasi di Indonesia sekarang ini sudah kebablasen. Sehingga,
nantinya pada saat digelar rapat paripurna di gedung MPR pemandangan kursi yang
kosong karena absennya para wakil rakyat untuk memperjuangkan nasib rakyat akan
menjadi hal yang akan sering terjadi. Hal tersebut dapat dengan mudah
diprediksi karena wakil rakyat yang terpilih tidak mempunyai kemampuan dan
kapasitas yang cukup sebagai wakil rakyat. Dengan kata lain
apabila pemerintah tidak dapat mengemban amanat kedaulatan rakyat maka otomatis
maupun jika dipandang dalam perspektif tertentu, baik secara langsung maupun
tidak langsung pemerintah telah mengesampingkan dan/atau mengabaikan hak-hak
asasi manusia dari masyarakat yang dipimpinnya dan dilain pihak masyarakat
sebagai pemberi mandat. Untuk itu, gagasan melakukan perubahan amandemen ke V
thd UUD 1945 merupakan langkah yang sangat efektif untuk memperbaiki sistem ketatanegaraan
negara Indonesia. Karena pada dasarnya konstitusi yang benar-benar mampu
membawa negara ini menjadi lebih baik lagi adalah konstitusi yang menjadi
barometer kehidupan berbangsa dan bernegara yang sarat dengan bukti sejarah,
perjuangan para pendahulu sekaligus ide-ide dasar yang digariskan oleh the founding fathers serta dapat
memberikan arahan kepada generasi penerus bangsa dalam mengemudikan suatu
negara yang mereka pimpin. Sehingga faktor utama yang membuat sebuah konstitusi
itu bermakna adalah orang atau lembaga yang tidak sembarangan dalam membuatnya.
Sesuai dengan UUD 1945 Amandemen
Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi “ Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-undang” setiap orang warga negara Indonesia berhak
ikut dalam proses pengambilan kebijakan pemerintah. Gagasan perubahan Amandemen
ke V dapat didasarkan oleh gagasan rakyat Indonesia yang tidak puas atas hasil
amandemen UUD 1945. Refleksi ketidakpuasan masyarakat ini tercermin dari
beberapa kelemahan hasil amandemen. Alasan kedua, karena terjadi kemandekan
konstitusi sebagai akibat dari banyaknya persoalan ketatanegaraan yang belum
ada aturannya dalam konstitusi maupun peraturan perundang-undangan lainnya.
Misalnya tentang hak angket DPR yang belum diatur dalam UUD 1945. Alasan
ketiga, benturan kewenangan antarlembaga negara tidak terelakkan, sebagai
contoh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian dan Kejaksaan
karena belum jelas desain konstitusi di negara kita dalam mengatur
ketatatanegaraan kita.
Semua
ide dan gagasan diatas pada prinsipnya baik, yang paling penting proses
pembentukan kelembagaan dan rekruitmen anggotanya dilakukan secara demokratis,
transparan, dicari anggota nonpartisan dan profesional sesuai yang dibutuhkan bagi
sebuah kerja perubahan konstitusi. Proses kerja dan hasil kerjanya harus disosialisasikan
kepada rakyat, sehingga rakyat turut berpartisipasi.
Munculnya Konsep Negara Kesejahteraan tidak dapat
dipiahkan dengan gagasan modern mengenai kedaulatan rakyat. Sejak awal abad ke-20
berkembang pemikiran bahwa rakyat tidak hanya berkedaulatan di bidang politik
tetapi juga di bidang ekonomi. Secara
konseptual pembahasan mengenai cakupan pengertian gagasan kedaulatan rakyat
dalam bidang politik dan ekonomi, memang telah berkembang di kalangan ahli
hukum tata negara. Secara sederhana negara kesejahteraan (welfare state) adalah
negara yang menganut sistem ketatanegaraan yang menitik beratkan pada
mementingkan kesejahteraan warganegaranya. Tujuan dari negara kesejahteraan
bukan untuk menghilangkan perbedaan dalam ekonomi masyarakat, tetapi
memperkecil kesenjangan ekonomi dan semaksimal mungkin menghilangkan kemiskinan
dalam masyarakat. Ini artinya, negara kesejahteraan menganut sistem demokrasi
didalam pengelolaan negaranya. dalam konsep negara kesejahteraan mengutamakan
untuk mengurusi secara langsung kesejahteraan rakyatnya, maka akibatnya, negara
kesejahteraan menjadi negara yang memasuki sangat banyak segi kehidupan rakyat,
mulai dari soal pendidikan, jaminan sosial, jaminan kesehatan, dan sebagainya
serta timbul masalah pengendalian dan kontrol oleh rakyat.
Bagi lndonesia, gagasan kedaulatan yang kemudian
menjadi muatan UUD 1945 memang diliputi oleh pemikiran khas lndonesia. Berbagai
pemikiran maupun pengalaman praktik yang pernah tumbuh dalam praktik di
berbagai masyarakat Nusantara dikembangkan menjadi pilihan konseptual dalam
rangka kebutuhan akan konstitusi lndonesia modern yang berbentuk negara
kesejahteraan. Negara kesejahteraan sangat erat kaitannya dengan kebijakan
sosial (social policy) yang di banyak negara mencakup strategi dan upaya-upaya
pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan warganya, terutama melalui
perlindungan sosial (social protection) yang mencakup jaminan sosial (baik
berbentuk bantuan sosial dan asuransi sosial), maupun jaring pengaman sosial
(social safety nets). konsep negara kesejahteraan, yaitu suatu konsep yang
mendudukan peran pemerintah secara terukur dan berkomitmen terhadap persamaan
sosial dan keadilan dengan mengacu pada tiga prinsip berikut ini:
1. Perbaikan
dan pencegahan terhadap efek-efek yang merugikan fungsi ekonomi pasar,
khususnya yang merugikan bagi kesejahteraan pihak yang secara ekonomi dan
sosial dianggap kurang mampu;
2. Distribusi
kekayaan dan kesempatan bagi semuanya secara adil dan merata; dan
3. Promosi
terhadap kesejahteraan sosial dan sistem jaminan bagi yang kurang agar mampu
memperoleh manfaat yang lebih besar.
Dengan beroperasi didasarkan pada prinsip-prinsip
tersebut di atas, konsep negara
kesejahteraan memiliki enam tujuan dasar, yakni: pertumbuhan ekonomi, lapangan
kerja yang cukup, stabilitas harga, pembangunan dan ekspansi sistem jaminan
sosial serta peningkatan kondisi kerja, distribusi modal dan kesejahteraan yang
seluas mungkin, dan promosi terhadap kepentingan dan kelompok sosial dan
ekonomi yang berbeda-beda.
Tetapi dalam praktek penyelenggaraan kehidupan yang
menjadikan UUD 1945 Amandemen sebagai konstitusi tertulis belum sepenuhnya
memberikan kehidupan yang layak kepada rakyat Indonesia. Bagaimana tidak,
tingkah laku para pejabat politik, penguasa dan para penegak hukum yang masih
banyak tersangkut kasus pidana yang sangat kontras sekali pada saat mereka
mengobralkan janjinya didepan rakyat banyak. UUD 1945 dianggap kurang mumpuni
dalam mensejahterakan negara Indonesia, kesenjangan sosial yang semakin nampak
dengan jelas di negeri ini. Sudah selayaknya jika gagasan terhadap perubahan
amandemen ke V segera dilakukan demi tercipta negara Indonesia yang benar-benar
menjiwai Pancasila.
[1] Kompas, 6 Maret 2007
[2][2]
Lihat “Upaya Kembali ke Konstitusi Lama
harus Dilawan. Kompas, 6 Februari 2007 dalam Teori dan Hukum Konstitusi. Dahlan
Thaib, Jazim Hamidi, Ni’matul Huda. Rajawali Pers.2013. hlm, 147.
[3] Bambang
Widjojanto, “Komisi Konstitusi, Instrumen
untuk Mengatasi Krisis Konstitusional”, dalam Bambang Widjojanto dkk.
(Editor), Konstitusi Baru Melalui
Konstitusi Independen, Pustaka Sinar Harapan, 2002, hlm. 178.
[4] A.
Mukhtie Fadjar, Reformasi Konstitusi
Dalam Masa Transisi Paradigmatik, In-TRANS, Malang. 2003, hlm.59-60.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar