Guest book
Popular Posts
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian ANALISIS KURIKULUM 2006 DAN KURIKULUM 2013 MAPEL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Oleh: Dewi Wulandari NI...
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian PERBANDINGAN KEMAMPUAN SISTEM POLITIK DEMOKRASI PANCASILA ERA ORDE BARU DENGAN DEMOKRASI PANCASILA ERA ...
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian MODEL PEMBELAJARAN PKN Oleh: Dewi Wulandari NIM K6413020 Progam Studi Pendidikan Pancasila dan Ke...
-
Artikel Ilmiah TAMAN BALEKAMBANG SEBAGAI PEMBENTUK ESTETIKA KOTA SOLO Oleh: Dewi Wulandari NIM K6413020 Progam Studi Pendidik...
-
E PISTIMOLOGI M ULTIKULTURALISME Mahfud Choirul. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta : ...
-
Resensi MULTIKULTURALISME DAN KEWARGANEGARAAN DI MALAYSIA, SINGAPURA DAN INDONESIA Oleh: Dewi Wulandari NIM K6413020 Progam Stu...
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian PERENCANAAN PEMBELAJARAN PKN Oleh: Dewi Wulandari NIM K6413020 Progam Studi Pendidikan Pancasil...
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN ILMU SOSIAL Oleh: Dewi Wulandari NIM K6413020 Progam Studi Pendidikan...
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian KOMUNIKASI POLITIK Oleh: Dewi Wulandari NIM K6413020 Progam Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarg...
-
Artikel Ilmiah Non-Penelitian ANALISIS SISTEM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 DITINJAU DARI SISI KEDAULATAN RAKYAT & DEMOKRASI Oleh...
Blogger templates
Blogger news
Blogroll
About
Diberdayakan oleh Blogger.
Site Categories
Mengenai Saya
About
Rabu, 27 April 2016
Artikel Ilmiah Non-Penelitian
SISTEM POLITIK DALAM PERSPEKTIF SISTEM DASAR NEGARA
PANCASILA
Oleh: Dewi Wulandari
NIM K6413020
Progam Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
A.
Pendahuluan
Sejarah
sistem politik di Indonesia dapat dilihat dari proses politik yang terjadi
didalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah
Bangsa Indonesia, tetapi juga diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Sistem
politik merupakan sistem terbuka, artinya dikelilingi oleh lingkungan internal
maupun eksternal yang memiliki tantangan dan tekanan dan diaharapkan suatu
sistem politik dapat menjawab kedua tantangan tersebut.
Salah
satu ilmuan politik, David Easton pada tahun 1950-an telah mengembangkan sebuah
kerangka kerja, yang kemudian ia sebut sebagai pendekatan sistem politik.
Pendekatan ini bertolak dari konsepsi yang menyatakan bahwa semua gejala
sosial, termasuk gejala politik adalah saling berhubungan dan saling
mempengaruhi. Berangkat dari kerangka pikir sistem politik David Easton ini,
maka penyusunan makalah ini bertujuan untuk mencoba menerapkan teori sistem
politik yang diberikan David Easton kemudian bagaimana jika diterapkan kedalam
Sistem Politik di Indonesia yang menggunakan Dasar Negara Pancasila.
B.
Pengertian
Sistem
Advanced Leaner’s
Dictionary dalam Sukarna (1997;13) menjelaskan pengertian
sistem adalah “System is a group of
facts, ideas, beliefs etc arranged in an orderly way; as a system of
philosophy”. Sistem adalah kumpulan fakta-fakta , pendapat-pendapat,
kepercayaan-kepercayaan dll yang disusun dalam suatu cara yang teratur seperti
sistem filsafat.
Murdick,
Ross dan Claggett dalam Simatupang (1995;6) mendefinisikan sistem sebagai suatu
susunan elemen-elemen yang berinteraksi dan membentuk satu kesatuan yang
terintegrasi.
Webster’s Third New
Colligiate Dictionary dalam Simatupang (1995;6)
memberikan pengertian tentang sistem sebagai suatu kesatuan (unity) yang kompleks yang dibentuk oleh
bagian-bagian yang berbeda-beda (diverse)
yang masing-masing terikat pada (subjected
to) rencana yang sama atau kontribusi (serving)
untuk mencapai tujuan yang sama.
Dari
semua pengertian sistem tersebut diatas, penulis dapat merumuskan kembali bahwa
:
Sistem
adalah sekumpulan obyek (objectives)
(unsur-unsur atau bagian-bagian) yang saling berhubungan (intrerrealated), saling bekerja sama (jointly) dan saling mempengaruhi (independently) satu sama lain serta terikat pada tujuan (output) tertentu dalam lingkungan (environment) yang kompleks.
C.
Pengertian
Politik
Ketika
seseorang mencoba untuk berusaha meraih kesejahteraan pribadinya melalui sumber
yang tersedia dan ketika mereka berupaya untuk mempengaruhi orang lain agar
menerima pandangannya, maka mereka melihat dirinya sibuk dengan kegiatan
(aktivitas) politik. Atas dasar itulah Aristoteles berkesimpulan bahwa,
satu-satunya cara untuk memaksimalkan kemampuan seorang individu dan untuk
mencapai bentuk kehidupan sosial yang tertinggi adalah melalui interaksi
politik dengan orang lain dalam suatu kerangka kelembagaan, suatu kerangka yang
dirancang untuk memecahkan konflik sosial dan untuk membentuk tujuan kolektif
(negara).
Menurut
Miriam Budiardjo (2000;8) mengemukakan pengertian politik adalah: “ Pada
umumnya dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam
suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan
tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu”.
Menurut
Kartini Kartono (1989; 5-6) dilihat dari struktur dan kelembagaan dapat
diartikan sebagai sesuatu yang ada relasinya dengan pemerintahan (peraturan,
tindakan, pemerintahan, undang-undang, hukum, kebijakan dll) yakni ;
–
Pengaturan dan penguasaan oleh negara.
–
Cara memerintah suatu teritorium
tertentu.
–
Organisasi, pengaturan dan tindakan
negara atau pemerintahan untuk mengendalikan negara secara konstitusional dan
yudiris formal.
–
Ilmu pengetahuan tentang kekuasaan.
D.
Pengertian
Sistem Politik
Apabila
pengertian sistem digabungkan dengan pengertian politik maka diperoleh
pengertian Sistem Politik, yaitu suatu
keseluruhan komponen-komponen atau lembaga-lembaga yang berfungsi di bidang
politik yang kegiatannya menyangkut penentuan kebijakan umum (public policies)dan
bagaimana kebijakan itu dilaksanakan, yaitu hal-hal yang menyangkut kehidupan
negara atau pemerintah. Selanjutnya berinteraksi bedasarkan proses-proses yang
saling mempengaruhi yang dapat diramalkan untuk memenuhi kebutuhan publik.
Cakupan
sistem politik yaitu membahas hubungan dan interaksi antara lembaga-lembaga
Suprastruktur Politik yaitu :
1. Legislatif
2. Eksekutif
3. Yudikatif
Dan
Infrastruktur Politik yaitu :
1. Partai
politik
2. Kelompok
kepentingan
3. Kelompok
penekan
4. Alat
komunikasi politik
5. Tokoh
politik
E.
Definisi
Sistem Politik Menurut David Easton
“Sistem Politik
merupakan alokasi nilai-nilai yang bersifat paksaan/ kewenangan yang mengikat
masyarakat sebagai keseluruhan. Ada 3 unsur dalam hal ini :
1. The
political system allocates values (by means of policies)
Sistem
politik menetapkan nilai (dengan cara kebijakan)
2. Its allocation are authoritive and
Penetapannya
bersifat paksaan atau dengan kewenangan dan
3. Its authoritive allocation are
binding on the society as a whole
Penetapannya
bersifat paksaan itu tadi mengikat masyarakat secara keseluruhan.
F. Kerangka Berfikir Sistem Politik
David Easton
David
Easton adalah salah satu ilmuan yang telah berupaya membangun ilmu politik yang
sistematis melalui ketiga unsur atau tahap diatas. Dalam hal ini Easton telah
membuat kerangka berpikir dasar untuk mengkaji suatu sistem politik. Kerangka
pikir Easton bersifat adaptif dan fleksibel, karena dapat digunakan oleh aneka
struktur masyarakat maupun politik dan juga teori Easton ini dimungkinkan dapat
diaplikasikan oleh para penggunanya dalam melakukan penjelasan atas fenomena
sistem politik.
Easton
menafsirkan istilah politik sebagai “proses alokasi nilai dalam masyarakat”
proses alokasi nilai tidak dilakukan secara sembarangan melainkan oleh
lembaga-lembaga masyarakat yang memiliki suatu kewenangan untuk itu.
Dari
asumsiyang dikemukakan Easton, dapat kita simpulkan bahwa:
–
Membangun suatu kerangka sistem politik
harus jelas tahapan-tahapannya.
–
Konsep-konsep yang dikaji merupakan
upaya menjelaskan fenomena-fenomena sistem politik.
–
Pengalokasian nilai ditengah masyarakat
dilakukan oleh lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan.
–
Sistem politik merupakan gambaran
keseluruhan sehingga tidak dpat dikaji secara parsial.
–
Kajian politik harus mempertimbangkan
aneka pengaruh dari lingkungan.
–
Para peneliti sistem politik harus
selalu menganggap sebuah sistem politik berlangsung didalam suatu
ketidakseimbangan.
G. Nilai- Nilai Pancasila yang
Digunakan Dalam Proses Pengalokasian Nilai
Isi
arti sila-sila Pancasila pada hakikatnya dapat dibedakan atas hakekat Pancasila
yang umum universal yang merupakan substansi sila-sila Pancasila , sebagai
pedoman pelaksaan dan penyelenggaraan negara yaitu sebagai dasar negara yang
bersifat umum kolektif serta aktualisasi Pancasila yang bersifat khusus dan
konkrit dalam berbagai bidang kehidupan. Hakikat sila-sila Pancasila (substansi
Pancasila) adalah merupakan nilai-nilai,
sebagai pedoman negara adalah merupakan norma, adapun aktualisasinya merupakan
realisasi konkrit Pancasila.
Substansi
Pancasila dengan kelima silanya yang terdapat pada Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Prinsip dasar yang mengandung kualitas
tertentu itu merupakan cita-cita dan harapan Bangsa Indonesia untuk diwujudkan
menjadi kenyataan real kehidupan. Prinsip-prinsip tesebut telah menjelma dalam
tertib sosial, tertib masyarakat dan tertib kehidupan bangsa dan negara yang
dapat ditemukan didalam adat-istiadat, kebudayaan dan kehidupan keagamaan atau
kepercayaan bangsa Indonesia. Dengan demikian Pancasila itu merupakan nilai,
yang harus dijabarkan (dialokasikan) lebih lanjut dalam suatu norma dan
selanjutnya direalisasikan keadalam kehidupan nyata.
Nilai-nilai
yang terkandung dalam sila 1 sampai dengan sila V memiliki tingkat bobot yang
berbeda, namun nilai-nilai itu tidak saling bertentangan. Akan tetapi
nilai-nilai itu saling melengkapi. Hal ini menunjukkan bahwa Pancasila
meruapkan suatu yang utuh dan bulat. Nilai-nilai itu saling berhubungan secara
erat dan dimiliki bangsa Indonesia yang akan memberikan pola bagi sikap,
tingkah laku dan perbuatan bangsa.
Pancasila
adalah lima sila yang merupakan suatu kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur yang
bersumber dari nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia yang sangat majemuk dan
beragam dalam artian Bhineka Tunggal Ika. Esensi seluruh sila-silanya merupakan
suatu kesatuan. Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia, Pancasila
diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai
religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum
membentuk negara. Unsur-unsur Pancasila tersebut kemudian dirumuskan dan
disepakati oleh pendiri negara, kesepakatan itu terjadi pada masa awal
berdirinya Negara Indonesia yaitu dalam sidang PPKI pada tanggal 18 Oktober
1945 sehingga Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi bangsa
dan negara Indonesia.
Pancasila
sebagai Dasar Negara atau sering juga disebut dengan Dasar Falsafah Negara
ataupun sebagai Ideologi Negara, Pancasila mengandung pengertian bahwa
Pancasila sebagai dasar mengatur penyelenggaraan pemerintah. Pancasila sebagai
Dasar Negara mempunyai fungsi dan kedudukan sebagai kaidah Negara yang
fundamental atau mendasar, sehingga sifatnya tetap, kuat, dan tidak dapat
dirubah oleh siapapun, termasuk oleh MPR/DPR hasil pemilihan umum.
H.
Penetapan
Kewenangan
Penetapan
kewenangan dalam upaya mewujudkan Pancasila sebagai sumber nilai adalah
dijadikannya nilai nilai dasar menjadi sumber bagi penyusunan norma hukum di
Indonesia. Operasionalisasi dari nilai dasar pancasila itu adalah dijadikannya
pancasila sebagai norma dasar bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Negara
Indonesia memiliki hukum nasional yang merupakan satu kesatuan sistem hukum.
Sistem hukum Indonesia itu bersumber dan berdasar pada pancasila sebagai norma
dasar bernegara. Pancasila berkedudukan sebagai grundnorm (norma dasar) atau
staatfundamentalnorm (norma fondamental negara) dalam jenjang norma hukum di
Indonesia. Etika penegakan hukum dan berkeadilan dimaksudkan untuk menumbuhkan
keasadaran bahwa tertib sosial, ketenangan, dan keteraturan hidup bersama hanya
dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang ada.
Keseluruhan aturan hukum yang menjamin tegaknya supremasi hukum sejalan dengan
menuju kepada pemenuhan rasa keadilan yang hidup dan berkembang di dalam
masyarakat.
Nilai-nilai
pancasila selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan perundangan yang ada.
Perundang-undangan, ketetapan, keputusan, kebijaksanaan pemerintah,
program-program pembangunan, dan peraturan-peraturan lain pada hakikatnya
merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai dasar
pancasila.
Konstitusi
adalah hukum yang lebih tinggi bahkan lebih tinggi serta paling fundemental
sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau
landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan
perundang-undangan lainya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal,
maka agar peraturan-peraturan yang tingkatnya berada dibawah Undang-undang
Dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan peraturan itu tidak boleh
bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut.
Menurut
pasal 2 UU no 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
menyatakan bahwa “Pancasila merupakan
sumber segala sumber hukum negara”.Pancasila sebagai sumber dan kaidah
penuntun hukum itu, harus dituangkan kedalam peraturan perundang-undangan
sebagai sumber hukum formal. Hierarkis perundang-undangan sekarang ini sesuai
dengan UU No. 12 Tahun 2011 terdiri dari :
1. UUD
1945
2. Tap
MPR
3. UU/
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4. Peraturan
Pemerintah
5. Peraturan
Presiden
6. Peraturan
daerah Provinsi
7. Peraturan
daerah Kab/Kota
Susunan
peraturan diatas bersifat hierarkis. Artinya peraturan yang dibawah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan diatasnya (Lex
Superior Derogat Legi Inferiori).
I.
Kesimpulan
Sistem
adalah sekumpulan obyek (objectives)
(unsur-unsur atau bagian-bagian) yang saling berhubungan (intrerrealated), saling bekerja sama (jointly) dan saling mempengaruhi (independently) satu sama lain serta terikat pada tujuan (output) tertentu dalam lingkungan (environment) yang kompleks.
Menurut
Kartini Kartono (1989; 5-6) dilihat dari struktur dan kelembagaan dapat
diartikan sebagai sesuatu yang ada relasinya dengan pemerintahan (peraturan,
tindakan, pemerintahan, undang-undang, hukum, kebijakan dll) yakni ;
–
Pengaturan dan penguasaan oleh negara.
–
Cara memerintah suatu teritorium
tertentu.
–
Organisasi, pengaturan dan tindakan
negara atau pemerintahan untuk mengendalikan negara secara konstitusional dan
yudiris formal.
–
Ilmu pengetahuan tentang kekuasaan.
Sistem Politik, yaitu suatu
keseluruhan komponen-komponen atau lembaga-lembaga yang berfungsi di bidang
politik yang kegiatannya menyangkut penentuan kebijakan umum (public
policies)dan bagaimana kebijakan itu dilaksanakan, yaitu hal-hal yang
menyangkut kehidupan negara atau pemerintah. Selanjutnya berinteraksi
bedasarkan proses-proses yang saling mempengaruhi yang dapat diramalkan untuk
memenuhi kebutuhan publik.
“Sistem
Politik merupakan alokasi nilai-nilai yang bersifat paksaan/ kewenangan yang
mengikat masyarakat sebagai keseluruhan. Ada 3 unsur dalam hal ini:
1. The
political system allocates values (by means of policies)
Sistem
politik menetapkan nilai (dengan cara kebijakan)
2. Its allocation are authoritive and
Penetapannya
bersifat paksaan atau dengan kewenangan dan
3. Its authoritive allocation are
binding on the society as a whole
Penetapannya
bersifat paksaan itu tadi mengikat masyarakat secara keseluruhan.
Dari
asumsiyang dikemukakan Easton, dapat kita simpulkan bahwa:
1. Membangun
suatu kerangka sistem politik harus jelas tahapan-tahapannya.
2. Konsep-konsep
yang dikaji merupakan upaya menjelaskan fenomena-fenomena sistem politik.
3. Pengalokasian
nilai ditengah masyarakat dilakukan oleh lembaga-lembaga yang memiliki
kewenangan.
4. Sistem
politik merupakan gambaran keseluruhan sehingga tidak dpat dikaji secara
parsial.
5. Kajian
politik harus mempertimbangkan aneka pengaruh dari lingkungan.
6. Para
peneliti sistem politik harus selalu menganggap sebuah sistem politik
berlangsung didalam suatu ketidakseimbangan.
Pancasila
adalah lima sila yang merupakan suatu kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur yang
bersumber dari nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia yang sangat majemuk dan
beragam dalam artian Bhineka Tunggal Ika. Esensi seluruh sila-silanya merupakan
suatu kesatuan. Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia, Pancasila
diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai
religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum
membentuk negara. Unsur-unsur Pancasila tersebut kemudian dirumuskan dan
disepakati oleh pendiri negara, kesepakatan itu terjadi pada masa awal
berdirinya Negara Indonesia yaitu dalam sidang PPKI pada tanggal 18 Oktober
1945 sehingga Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi bangsa
dan negara Indonesia.
Pancasila
sebagai Dasar Negara atau sering juga disebut dengan Dasar Falsafah Negara
ataupun sebagai Ideologi Negara, Pancasila mengandung pengertian bahwa
Pancasila sebagai dasar mengatur penyelenggaraan pemerintah. Pancasila sebagai
Dasar Negara mempunyai fungsi dan kedudukan sebagai kaidah Negara yang
fundamental atau mendasar, sehingga sifatnya tetap, kuat, dan tidak dapat
dirubah oleh siapapun, termasuk oleh MPR/DPR hasil pemilihan umum.
Menurut
pasal 2 UU no 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
menyatakan bahwa “Pancasila merupakan
sumber segala sumber hukum negara”.Pancasila sebagai sumber dan kaidah
penuntun hukum itu, harus dituangkan kedalam peraturan perundang-undangan
sebagai sumber hukum formal. Hierarkis perundang-undangan sekarang ini sesuai
dengan UU No. 12 Tahun 2011 terdiri dari :
1. UUD
1945
2. Tap
MPR
3. UU/
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4. Peraturan
Pemerintah
5. Peraturan
Presiden
6. Peraturan
daerah Provinsi
7. Peraturan
daerah Kab/Kota
Susunan
peraturan diatas bersifat hierarkis. Artinya peraturan yang dibawah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan diatasnya (Lex
Superior Derogat Legi Inferiori).
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan dan Zubaedi
Achmad. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta; Paradigma.
2010
Maksudi, Beddy Irawan.
Sistem Politik Indonesia. Jakarta; Raja Grafindo Persada. 2012
Triyanto. Pendidikan
Pancasila di Perguruan Tinggi Ed 1. Yogyakarta; Deepublish.2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar