Guest book

script cbox kamu
Mau buat buku tamu ini ?
Klik di sini
Sumber : http://ramadhanlmzero.blogspot.com/2012/12/cara-membuat-buku-tamu-keren-di-blog.html#ixzz47H4OJJnc

Popular Posts

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

About

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Site Categories

About

Rabu, 27 April 2016


Artikel Ilmiah Non-Penelitian
SISTEM POLITIK DALAM PERSPEKTIF SISTEM DASAR NEGARA PANCASILA
Oleh: Dewi Wulandari
NIM K6413020
Progam Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
A.      Pendahuluan
Sejarah sistem politik di Indonesia dapat dilihat dari proses politik yang terjadi didalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia, tetapi juga diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Sistem politik merupakan sistem terbuka, artinya dikelilingi oleh lingkungan internal maupun eksternal yang memiliki tantangan dan tekanan dan diaharapkan suatu sistem politik dapat menjawab kedua tantangan tersebut.
Salah satu ilmuan politik, David Easton pada tahun 1950-an telah mengembangkan sebuah kerangka kerja, yang kemudian ia sebut sebagai pendekatan sistem politik. Pendekatan ini bertolak dari konsepsi yang menyatakan bahwa semua gejala sosial, termasuk gejala politik adalah saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Berangkat dari kerangka pikir sistem politik David Easton ini, maka penyusunan makalah ini bertujuan untuk mencoba menerapkan teori sistem politik yang diberikan David Easton kemudian bagaimana jika diterapkan kedalam Sistem Politik di Indonesia yang menggunakan Dasar Negara Pancasila.
B.      Pengertian Sistem
Advanced Leaner’s Dictionary dalam Sukarna (1997;13) menjelaskan pengertian sistem adalah “System is a group of facts, ideas, beliefs etc arranged in an orderly way; as a system of philosophy”. Sistem adalah kumpulan fakta-fakta , pendapat-pendapat, kepercayaan-kepercayaan dll yang disusun dalam suatu cara yang teratur seperti sistem filsafat.
Murdick, Ross dan Claggett dalam Simatupang (1995;6) mendefinisikan sistem sebagai suatu susunan elemen-elemen yang berinteraksi dan membentuk satu kesatuan yang terintegrasi.
Webster’s Third New Colligiate Dictionary dalam Simatupang (1995;6) memberikan pengertian tentang sistem sebagai suatu kesatuan (unity) yang kompleks yang dibentuk oleh bagian-bagian yang berbeda-beda (diverse) yang masing-masing terikat pada (subjected to) rencana yang sama atau kontribusi (serving) untuk mencapai tujuan yang sama.
Dari semua pengertian sistem tersebut diatas, penulis dapat merumuskan kembali bahwa :
Sistem adalah sekumpulan obyek (objectives) (unsur-unsur atau bagian-bagian) yang saling berhubungan (intrerrealated), saling bekerja sama (jointly) dan saling mempengaruhi (independently) satu sama lain serta terikat pada tujuan (output) tertentu dalam lingkungan (environment) yang kompleks.
C.      Pengertian Politik
Ketika seseorang mencoba untuk berusaha meraih kesejahteraan pribadinya melalui sumber yang tersedia dan ketika mereka berupaya untuk mempengaruhi orang lain agar menerima pandangannya, maka mereka melihat dirinya sibuk dengan kegiatan (aktivitas) politik. Atas dasar itulah Aristoteles berkesimpulan bahwa, satu-satunya cara untuk memaksimalkan kemampuan seorang individu dan untuk mencapai bentuk kehidupan sosial yang tertinggi adalah melalui interaksi politik dengan orang lain dalam suatu kerangka kelembagaan, suatu kerangka yang dirancang untuk memecahkan konflik sosial dan untuk membentuk tujuan kolektif (negara).
Menurut Miriam Budiardjo (2000;8) mengemukakan pengertian politik adalah: “ Pada umumnya dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu”.  
Menurut Kartini Kartono (1989; 5-6) dilihat dari struktur dan kelembagaan dapat diartikan sebagai sesuatu yang ada relasinya dengan pemerintahan (peraturan, tindakan, pemerintahan, undang-undang, hukum, kebijakan dll) yakni ;
          Pengaturan dan penguasaan oleh negara.
          Cara memerintah suatu teritorium tertentu.
          Organisasi, pengaturan dan tindakan negara atau pemerintahan untuk mengendalikan negara secara konstitusional dan yudiris formal.
          Ilmu pengetahuan tentang kekuasaan.
D.      Pengertian Sistem Politik
Apabila pengertian sistem digabungkan dengan pengertian politik maka diperoleh pengertian Sistem Politik, yaitu suatu keseluruhan komponen-komponen atau lembaga-lembaga yang berfungsi di bidang politik yang kegiatannya menyangkut penentuan kebijakan umum (public policies)dan bagaimana kebijakan itu dilaksanakan, yaitu hal-hal yang menyangkut kehidupan negara atau pemerintah. Selanjutnya berinteraksi bedasarkan proses-proses yang saling mempengaruhi yang dapat diramalkan untuk memenuhi kebutuhan publik.
Cakupan sistem politik yaitu membahas hubungan dan interaksi antara lembaga-lembaga Suprastruktur  Politik yaitu :
1.      Legislatif
2.      Eksekutif
3.      Yudikatif
Dan Infrastruktur Politik yaitu :
1.      Partai politik
2.      Kelompok kepentingan
3.      Kelompok penekan
4.      Alat komunikasi politik
5.      Tokoh politik
E.       Definisi Sistem Politik Menurut David Easton
Sistem Politik merupakan alokasi nilai-nilai yang bersifat paksaan/ kewenangan yang mengikat masyarakat sebagai keseluruhan. Ada 3 unsur dalam hal ini :
1.       The political system allocates values (by means of policies)
Sistem politik menetapkan nilai (dengan cara kebijakan)
2.      Its allocation are authoritive and
Penetapannya bersifat paksaan atau dengan kewenangan dan
3.      Its authoritive allocation are binding on the society as a whole
Penetapannya bersifat paksaan itu tadi mengikat masyarakat secara keseluruhan.
F.     Kerangka Berfikir Sistem Politik David Easton
David Easton adalah salah satu ilmuan yang telah berupaya membangun ilmu politik yang sistematis melalui ketiga unsur atau tahap diatas. Dalam hal ini Easton telah membuat kerangka berpikir dasar untuk mengkaji suatu sistem politik. Kerangka pikir Easton bersifat adaptif dan fleksibel, karena dapat digunakan oleh aneka struktur masyarakat maupun politik dan juga teori Easton ini dimungkinkan dapat diaplikasikan oleh para penggunanya dalam melakukan penjelasan atas fenomena sistem politik.
Easton menafsirkan istilah politik sebagai “proses alokasi nilai dalam masyarakat” proses alokasi nilai tidak dilakukan secara sembarangan melainkan oleh lembaga-lembaga masyarakat yang memiliki suatu kewenangan untuk itu.
Dari asumsiyang dikemukakan Easton, dapat kita simpulkan bahwa:
          Membangun suatu kerangka sistem politik harus jelas tahapan-tahapannya.
          Konsep-konsep yang dikaji merupakan upaya menjelaskan fenomena-fenomena sistem politik.
          Pengalokasian nilai ditengah masyarakat dilakukan oleh lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan.
          Sistem politik merupakan gambaran keseluruhan sehingga tidak dpat dikaji secara parsial.
          Kajian politik harus mempertimbangkan aneka pengaruh dari lingkungan.
          Para peneliti sistem politik harus selalu menganggap sebuah sistem politik berlangsung didalam suatu ketidakseimbangan.
G.    Nilai- Nilai Pancasila yang Digunakan Dalam Proses Pengalokasian Nilai
Isi arti sila-sila Pancasila pada hakikatnya dapat dibedakan atas hakekat Pancasila yang umum universal yang merupakan substansi sila-sila Pancasila , sebagai pedoman pelaksaan dan penyelenggaraan negara yaitu sebagai dasar negara yang bersifat umum kolektif serta aktualisasi Pancasila yang bersifat khusus dan konkrit dalam berbagai bidang kehidupan. Hakikat sila-sila Pancasila (substansi Pancasila) adalah merupakan  nilai-nilai, sebagai pedoman negara adalah merupakan norma, adapun aktualisasinya merupakan realisasi konkrit Pancasila.
Substansi Pancasila dengan kelima silanya yang terdapat pada Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Prinsip dasar yang mengandung kualitas tertentu itu merupakan cita-cita dan harapan Bangsa Indonesia untuk diwujudkan menjadi kenyataan real kehidupan. Prinsip-prinsip tesebut telah menjelma dalam tertib sosial, tertib masyarakat dan tertib kehidupan bangsa dan negara yang dapat ditemukan didalam adat-istiadat, kebudayaan dan kehidupan keagamaan atau kepercayaan bangsa Indonesia. Dengan demikian Pancasila itu merupakan nilai, yang harus dijabarkan (dialokasikan) lebih lanjut dalam suatu norma dan selanjutnya direalisasikan keadalam kehidupan nyata.
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila 1 sampai dengan sila V memiliki tingkat bobot yang berbeda, namun nilai-nilai itu tidak saling bertentangan. Akan tetapi nilai-nilai itu saling melengkapi. Hal ini menunjukkan bahwa Pancasila meruapkan suatu yang utuh dan bulat. Nilai-nilai itu saling berhubungan secara erat dan dimiliki bangsa Indonesia yang akan memberikan pola bagi sikap, tingkah laku dan perbuatan bangsa.
Pancasila adalah lima sila yang merupakan suatu kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur yang bersumber dari nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia yang sangat majemuk dan beragam dalam artian Bhineka Tunggal Ika. Esensi seluruh sila-silanya merupakan suatu kesatuan. Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia, Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara. Unsur-unsur Pancasila tersebut kemudian dirumuskan dan disepakati oleh pendiri negara, kesepakatan itu terjadi pada masa awal berdirinya Negara Indonesia yaitu dalam sidang PPKI pada tanggal 18 Oktober 1945 sehingga Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi bangsa dan negara Indonesia.
Pancasila sebagai Dasar Negara atau sering juga disebut dengan Dasar Falsafah Negara ataupun sebagai Ideologi Negara, Pancasila mengandung pengertian bahwa Pancasila sebagai dasar mengatur penyelenggaraan pemerintah. Pancasila sebagai Dasar Negara mempunyai fungsi dan kedudukan sebagai kaidah Negara yang fundamental atau mendasar, sehingga sifatnya tetap, kuat, dan tidak dapat dirubah oleh siapapun, termasuk oleh MPR/DPR hasil pemilihan umum.
H.    Penetapan Kewenangan
Penetapan kewenangan dalam upaya mewujudkan Pancasila sebagai sumber nilai adalah dijadikannya nilai nilai dasar menjadi sumber bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Operasionalisasi dari nilai dasar pancasila itu adalah dijadikannya pancasila sebagai norma dasar bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Negara Indonesia memiliki hukum nasional yang merupakan satu kesatuan sistem hukum. Sistem hukum Indonesia itu bersumber dan berdasar pada pancasila sebagai norma dasar bernegara. Pancasila berkedudukan sebagai grundnorm (norma dasar) atau staatfundamentalnorm (norma fondamental negara) dalam jenjang norma hukum di Indonesia. Etika penegakan hukum dan berkeadilan dimaksudkan untuk menumbuhkan keasadaran bahwa tertib sosial, ketenangan, dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang ada. Keseluruhan aturan hukum yang menjamin tegaknya supremasi hukum sejalan dengan menuju kepada pemenuhan rasa keadilan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat.
Nilai-nilai pancasila selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan perundangan yang ada. Perundang-undangan, ketetapan, keputusan, kebijaksanaan pemerintah, program-program pembangunan, dan peraturan-peraturan lain pada hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai dasar pancasila.
Konstitusi adalah hukum yang lebih tinggi bahkan lebih tinggi serta paling fundemental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan perundang-undangan lainya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, maka agar peraturan-peraturan yang tingkatnya berada dibawah Undang-undang Dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut.
Menurut pasal 2 UU no 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan bahwa “Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara”.Pancasila sebagai sumber dan kaidah penuntun hukum itu, harus dituangkan kedalam peraturan perundang-undangan sebagai sumber hukum formal. Hierarkis perundang-undangan sekarang ini sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2011 terdiri dari :
1.      UUD 1945
2.      Tap MPR
3.      UU/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4.      Peraturan Pemerintah
5.      Peraturan Presiden
6.      Peraturan daerah Provinsi
7.      Peraturan daerah Kab/Kota
Susunan peraturan diatas bersifat hierarkis. Artinya peraturan yang dibawah tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya (Lex Superior Derogat Legi Inferiori).
I.       Kesimpulan
Sistem adalah sekumpulan obyek (objectives) (unsur-unsur atau bagian-bagian) yang saling berhubungan (intrerrealated), saling bekerja sama (jointly) dan saling mempengaruhi (independently) satu sama lain serta terikat pada tujuan (output) tertentu dalam lingkungan (environment) yang kompleks.
Menurut Kartini Kartono (1989; 5-6) dilihat dari struktur dan kelembagaan dapat diartikan sebagai sesuatu yang ada relasinya dengan pemerintahan (peraturan, tindakan, pemerintahan, undang-undang, hukum, kebijakan dll) yakni ;
          Pengaturan dan penguasaan oleh negara.
          Cara memerintah suatu teritorium tertentu.
          Organisasi, pengaturan dan tindakan negara atau pemerintahan untuk mengendalikan negara secara konstitusional dan yudiris formal.
          Ilmu pengetahuan tentang kekuasaan.
Sistem Politik, yaitu suatu keseluruhan komponen-komponen atau lembaga-lembaga yang berfungsi di bidang politik yang kegiatannya menyangkut penentuan kebijakan umum (public policies)dan bagaimana kebijakan itu dilaksanakan, yaitu hal-hal yang menyangkut kehidupan negara atau pemerintah. Selanjutnya berinteraksi bedasarkan proses-proses yang saling mempengaruhi yang dapat diramalkan untuk memenuhi kebutuhan publik.
Sistem Politik merupakan alokasi nilai-nilai yang bersifat paksaan/ kewenangan yang mengikat masyarakat sebagai keseluruhan. Ada 3 unsur dalam hal ini:
1.       The political system allocates values (by means of policies)
Sistem politik menetapkan nilai (dengan cara kebijakan)
2.      Its allocation are authoritive and
Penetapannya bersifat paksaan atau dengan kewenangan dan
3.      Its authoritive allocation are binding on the society as a whole
Penetapannya bersifat paksaan itu tadi mengikat masyarakat secara keseluruhan.
Dari asumsiyang dikemukakan Easton, dapat kita simpulkan bahwa:
1.      Membangun suatu kerangka sistem politik harus jelas tahapan-tahapannya.
2.      Konsep-konsep yang dikaji merupakan upaya menjelaskan fenomena-fenomena sistem politik.
3.      Pengalokasian nilai ditengah masyarakat dilakukan oleh lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan.
4.      Sistem politik merupakan gambaran keseluruhan sehingga tidak dpat dikaji secara parsial.
5.      Kajian politik harus mempertimbangkan aneka pengaruh dari lingkungan.
6.      Para peneliti sistem politik harus selalu menganggap sebuah sistem politik berlangsung didalam suatu ketidakseimbangan.
Pancasila adalah lima sila yang merupakan suatu kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur yang bersumber dari nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia yang sangat majemuk dan beragam dalam artian Bhineka Tunggal Ika. Esensi seluruh sila-silanya merupakan suatu kesatuan. Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia, Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara. Unsur-unsur Pancasila tersebut kemudian dirumuskan dan disepakati oleh pendiri negara, kesepakatan itu terjadi pada masa awal berdirinya Negara Indonesia yaitu dalam sidang PPKI pada tanggal 18 Oktober 1945 sehingga Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi bangsa dan negara Indonesia.
Pancasila sebagai Dasar Negara atau sering juga disebut dengan Dasar Falsafah Negara ataupun sebagai Ideologi Negara, Pancasila mengandung pengertian bahwa Pancasila sebagai dasar mengatur penyelenggaraan pemerintah. Pancasila sebagai Dasar Negara mempunyai fungsi dan kedudukan sebagai kaidah Negara yang fundamental atau mendasar, sehingga sifatnya tetap, kuat, dan tidak dapat dirubah oleh siapapun, termasuk oleh MPR/DPR hasil pemilihan umum.
Menurut pasal 2 UU no 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan bahwa “Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara”.Pancasila sebagai sumber dan kaidah penuntun hukum itu, harus dituangkan kedalam peraturan perundang-undangan sebagai sumber hukum formal. Hierarkis perundang-undangan sekarang ini sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2011 terdiri dari :
1.      UUD 1945
2.      Tap MPR
3.      UU/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4.      Peraturan Pemerintah
5.      Peraturan Presiden
6.      Peraturan daerah Provinsi
7.      Peraturan daerah Kab/Kota
Susunan peraturan diatas bersifat hierarkis. Artinya peraturan yang dibawah tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya (Lex Superior Derogat Legi Inferiori).
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan dan Zubaedi Achmad. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta; Paradigma. 2010
Maksudi, Beddy Irawan. Sistem Politik Indonesia. Jakarta; Raja Grafindo Persada. 2012
Triyanto. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi Ed 1. Yogyakarta; Deepublish.2013



0 komentar: